sisi-jelek-bruno-fernandes-sebagai-captain-man-united

Sisi Jelek Bruno Fernandes Sebagai Captain Man United

Sisi Jelek Bruno Fernandes Sebagai Captain Man United. Musim 2025/2026 membawa badai kritik bagi Bruno Fernandes sebagai kapten Manchester United. Pemain asal Portugal berusia 31 tahun ini, yang memimpin skuad sejak Juli 2023, sering dipuji atas kontribusinya—empat gol dan lima assist dari 15 laga Liga Inggris—tapi sisi gelap kepemimpinannya kian terlihat. Dari kartu merah berulang hingga ledakan emosi di lapangan, Fernandes jadi sasaran mantan pemain seperti Roy Keane dan Patrice Evra. Baru-baru ini, setelah kemenangan 4-1 atas Wolves pada 9 Desember 2025, Paul Parker bahkan bilang performa babak pertama Fernandes ‘sangat buruk’, meski ia cetak brace. Di tengah posisi tim keenam klasemen, kritik ini menyoroti apakah Fernandes punya mentalitas pemimpin sejati untuk bangkitkan Setan Merah. Ini bukan soal talenta, tapi bagaimana ia tangani tekanan sebagai kapten. TIPS MASAK

Temperamen yang Meledak-ledak: Sisi Jelek Bruno Fernandes Sebagai Captain Man United

Bruno Fernandes dikenal dengan semangat juang tinggi, tapi itu sering berujung ledakan emosi yang merugikan tim. Musim ini, ia sudah kumpul tiga kartu merah—terakhir di kekalahan 2-0 lawan Wolves pada 26 Desember lalu—membuatnya jadi pemain United pertama sejak Nemanja Vidic 2008/2009 yang raih tiga kartu merah dalam satu musim. John Aldridge, legenda Liverpool, sebut sikap Fernandes ‘kekanak-kanakan’ dan tak layak jadi kapten, terutama setelah ia konfrontasi wasit di imbang 1-1 lawan Fulham. Tendensinya protes keputusan officials, seperti saat miss penalti di laga yang sama, ciptakan ketegangan di ruang ganti. Roy Keane, mantan kapten United, bilang Fernandes ‘bukan petarung’ dan kurang otoritas, meski akhirnya puji leadership-nya di final Piala FA 2024. Fakta ini tunjukkan sisi Fernandes yang impulsif: passion-nya bikin gol ikonik, tapi juga biaya poin berharga di momen krusial.

Kurangnya Kontrol di Lapangan: Sisi Jelek Bruno Fernandes Sebagai Captain Man United

Sebagai kapten, Fernandes seharusnya jadi jangkar permainan, tapi kritik bilang ia justru bikin lini tengah kacau. Patrice Evra soroti Fernandes sering ‘ingin lakuin terlalu banyak’, keluar posisi sebagai gelandang sentral hingga tim kehilangan struktur. Di laga lawan Fulham, misalnya, Fernandes drop ke posisi lebih dalam—hanya ciptakan satu peluang—sementara midfield United kebobolan overload dari lawan. Paul Parker bandingkan ia dengan ‘anak satu tahun’ yang tak bisa kendalikan tempo, bilang meski assist-nya top, kontrol bola saat tim butuh stabil hilang. Musim lalu, United finis 15 klasemen terburuk sepanjang sejarah, dan Fernandes dikaitkan karena tak bisa angkat performa rekan saat kalah 3-1 lawan Brighton. Ruben Amorim coba adaptasi ia ke peran lebih dalam di formasi 3-4-3, tapi hasilnya campur aduk: kreativitas Fernandes turun, seperti di imbang 2-2 pramusim lawan Everton di mana ia sebut tim ‘malas’. Ini bikin skuad kurang kohesi, terutama di babak kedua saat tim sering collapse.

Konflik Internal dan Public

Fernandes tak segan kritik rekan dan manajemen, yang justru picu gesekan di internal. Setelah imbang pramusim lawan Everton, ia sebut performa tim ‘malas’ dan tuntut tambahan pemain berkualitas—langkah yang Amorim dukung, tapi bikin ruang ganti panas. Lebih parah, saat Sir Jim Ratcliffe bilang beberapa pemain ‘overpaid dan tak cukup bagus’ pada Maret 2025, Fernandes balas tajam: ‘Tak enak dengar hal seperti itu, tak ada pemain yang suka dikritik begitu.’ Ini soroti ketidakmampuannya filter komentar sebagai kapten, apalagi saat Amorim sebut tim ‘mungkin terburuk sepanjang sejarah’ setelah kalah dari Brighton. Bruno bela pelatihnya, bilang kritik itu ‘nyalakan api’, tapi justru bikin narasi negatif. Di media sosial, fans bagi opini: Reddit diskusi bilang ia dapat ‘terlalu banyak tuduhan’ atau butuh respect lebih, tapi fakta kartu merah dan kekalahan rumah seperti 2-1 lawan Everton tunjukkan leadership-nya belum matang. Ini ciptakan tekanan ekstra bagi skuad muda seperti Kobbie Mainoo.

Kesimpulan

Sisi jelek Bruno Fernandes sebagai kapten Manchester United—dari temperamen meledak hingga kurang kontrol—jadi cermin tantangan tim di musim transisi ini. Meski kontribusinya tak tergantikan, kritik dari Evra, Keane, dan Parker tunjukkan ia butuh keseimbangan antara passion dan disiplin untuk pimpin Setan Merah ke top-four. Amorim pilih Fernandes karena talenta, tapi hasil lapangan bicara lain: tiga kartu merah dan konflik internal bikin skuad rentan. Bagi penggemar, ini ujian—apakah Bruno bisa ubah narasi, atau ganti lengan kapten jadi opsi? Januari 2026 bakal jadi penentu, tapi yang pasti, leadership sejati tak cuma soal gol, melainkan angkat tim di saat sulit. Pantau saja, karena Old Trafford selalu penuh drama.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *