juventus-saat-ini-sedang-kehilangan-arah

Juventus Saat Ini Sedang Kehilangan Arah

Juventus Saat Ini Sedang Kehilangan Arah. Di tengah hiruk-pikuk Serie A musim 2025/2026, Juventus tampak seperti kapal tanpa nahkoda yang mengapung di lautan ketidakpastian. Hingga akhir Oktober 2025, setelah delapan pekan bergulir, Bianconeri terjebak di posisi kedelapan klasemen dengan hanya 12 poin dari tiga kemenangan, tiga imbang, dan dua kekalahan. Rentetan tanpa kemenangan dalam lima laga terakhir—termasuk dua kekalahan telak dari Como dan Lazio—membuat fans mulai bertanya: apa yang salah dengan raksasa Turin ini? Di bawah Thiago Motta, yang baru saja melatih sejak musim panas, ekspektasi tinggi berubah jadi kekecewaan mendalam. Performa datar ini bukan hanya soal poin, tapi tanda bahwa Juventus sedang kehilangan arah, di mana identitas agresif ala Allegri seolah lenyap digantikan keraguan taktikal dan masalah internal. Apakah ini fase transisi atau awal mimpi buruk yang lebih panjang? INFO CASINO

Rentetan Hasil yang Menghantui: Dari Euforia Awal ke Krisis: Juventus Saat Ini Sedang Kehilangan Arah

Musim dimulai dengan harapan besar bagi Juventus, yang merekrut talenta muda seperti Douglas Luiz dan Teun Koopmeiners untuk bangun skuad dinamis. Kemenangan awal atas tim seperti Parma dan Venezia sempat ciptakan ilusi gelar, dengan tiga kemenangan dari lima laga pembuka yang tunjukkan potensi pressing tinggi Motta. Namun, sejak pertengahan September, roda mulai macet. Kekalahan dramatis 3-4 dari Inter di Derby d’Italia jadi pukulan pertama, diikuti tiga imbang berturut-turut melawan Verona, Atalanta, dan AC Milan—terakhir itu 0-0 di Allianz Stadium pada 5 Oktober, di mana Juventus dominasi penguasaan bola tapi gagal ubah jadi gol.

Puncak krisis datang di Oktober: kekalahan 0-2 dari Como pada 19 Oktober, tim promosi yang seharusnya jadi mangsa mudah, ungkap kelemahan defensif yang parah. Hanya seminggu kemudian, pada 26 Oktober, Lazio kalahkan mereka 1-0 di Olimpico dengan gol penalti Mattia Zaccagni, meninggalkan Juventus tanpa kemenangan dalam lima laga. Statistik mencolok: hanya dua gol dicetak dalam periode itu, sementara kebobolan enam kali. Form buruk ini tak hanya turunkan posisi, tapi juga tekanan finansial—penjualan tiket turun 10% di laga kandang terakhir, menandakan fans mulai bosan dengan sepak bola steril yang ditawarkan.

Masalah Taktik dan Cedera: Fondasi yang Goyah: Juventus Saat Ini Sedang Kehilangan Arah

Thiago Motta, yang dibawa dari Bologna dengan janji revolusi, kini hadapi kritik pedas atas pendekatan taktisnya. Formasi 4-2-3-1 yang fleksibel di awal musim kini terlihat kaku, terutama di lini tengah di mana absennya gelandang kunci seperti Manuel Locatelli akibat cedera hamstring sejak September bikin transisi lambat. Juventus ciptakan rata-rata 12 tembakan per laga, tapi konversi gol hanya 8%—terburuk di sepuluh besar. Dusan Vlahovic, yang seharusnya jadi tumpuan serangan, mandul total di lima laga terakhir, dengan pelatih sering geser posisinya ke sayap yang kurang efektif.

Cedera jadi momok lain: Federico Chiesa absen dua bulan karena masalah otot, sementara Gleison Bremer, bek tengah utama, baru pulih dari trauma lutut dan tampil setengah hati. Ini paksa Motta rotasi berlebih, hasilnya lini belakang bocor dengan 11 gol kebobolan musim ini—naik dari delapan di periode sama tahun lalu. Analisis pasca-laga tunjukkan pressing tim turun 20% efektivitasnya, memungkinkan lawan seperti Como bangun serangan mudah. Motta akui di konferensi pers bahwa “kami butuh waktu adaptasi”, tapi dengan jadwal padat termasuk Liga Champions, waktu mewah itu tak ada. Krisis ini ingatkan era pasca-Pirlo, di mana eksperimentasi taktikal tanpa pondasi kuat bawa kehancuran.

Reaksi Internal dan Tekanan dari Luar: Suara yang Bergema

Di dalam skuad, suasana tegang. Kapten Danilo, yang kontraknya habis musim panas, blak-blakan bilang “kami kehilangan jiwa juang” setelah kekalahan dari Lazio, sementara Vlahovic tampak frustrasi di lapangan dengan gestur marah ke rekan setim. Manajemen, dipimpin direktur olahraga Cristiano Giuntoli, responsif tapi ragu: rumor pemecatan Motta beredar, meski presiden klub tekankan kesabaran. Fans ultras di Allianz Stadium sudah protes dengan spanduk “Motta Out” saat draw Milan, dan penonton rata-rata turun ke 35 ribu dari 40 ribu musim lalu.

Tekanan eksternal tak kalah berat. Media Italia sebut Juventus “tim tanpa identitas”, dengan kolumnis Gazzetta dello Sport prediksi mereka kesulitan top empat jika form tak berubah. Di Eropa, kekalahan ini bikin start buruk di Liga Champions, di mana imbang 1-1 dengan Sporting Lisbon jadi peringatan. Namun, ada sinar harapan: kembalinya Locatelli minggu depan bisa stabilkan lini tengah, dan laga berikutnya kontra tim lemah seperti Venezia bisa jadi titik balik. Tapi tanpa perubahan cepat, musim ini berisiko jadi kampanye gagal, mirip 2020/2021 ketika skuad mahal finis keempat dengan skuad mahal.

Kesimpulan

Juventus saat ini memang sedang kehilangan arah, terperangkap dalam pusaran hasil buruk, masalah taktikal, dan cedera yang saling bertumpuk. Dari euforia awal ke rentetan tanpa kemenangan, cerita ini jadi pelajaran pahit bagi Motta dan skuadnya: transisi butuh lebih dari nama besar, tapi eksekusi lapangan yang tajam. Reaksi dari pemain, fans, dan manajemen tunjukkan urgensi perubahan, tapi dengan kompetisi yang tak kenal ampun, waktu semakin sempit. Bagi klub bersejarah seperti ini, krisis bisa jadi katalisator kebangkitan—atau jurang yang lebih dalam. Pekan-pekan mendatang akan tentukan apakah Juventus temukan kompas lagi, atau terus mengembara di kegelapan Serie A yang kejam. Yang pasti, loyalitas fans tetap jadi jangkar, menanti momen ketika hitam-putih itu bersinar kembali.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *